Selasa, 19 Januari 2010

TEORI DIFUSI INOVASI

Seperti dalam teori dua tahap, pada teori difusi inovasi pengeruh media juga di pandang tak secara langsung mengenai individu, tetapi terdapat sumber non media yang turut mempengaruhi efektifitas pesan media, hanya saja dalam teori ini pengaruh non media tidak merujuk pada opinion leader, tapi kepada siapa saja yang bisa memengaruhi seperti tetengga atau teman. Karenanya difisi melibatkan pengetahuan, persuasi, keputusan, dan konfirmasi. Sedangkan bila di lihat dari cara pengelolaan penyiaran sebagai medium komunikasi massa, maka terdapat tiga paradigm yaitu otoritarianisme, liberal, dan tanggung jawab social.

Otoritarinisme merupakan paradigm paling tua, sejarahnya sama panjang dengan sejarah rezim otoriter itu sendiri, penyiaran otoriter menempatkan media sebagai alat propaganda pemerintah. Fungsi penyiaran adalah menjustifikasi versi kebenaran Negara tentang berbagai persoalan yang muncul dalam kehidupan masyarakat. Dalam paradigm otoritarinisme, penyiaran boleh mengeluarkan kritik sejauh tidak bertentangan dengan kepentingan status quo. Otoritas perizinan media penyiaran ada di tangan pemerintah. Izin dapat di cabut secara sepihak setiap saat, dan sensor penyiaran dilakukan secara ketat. Penyiaran orde baru merupakan contoh nyaris sempurna penerapan paradigm otoritarianisme dalam dunia penyiaran.

Paradigma liberal adalah antithesis paradigm otoriter, penyiaran tak lagi menjadi alat pemerintah. Dan bisa di miliki secara pribadi. Namun, hokum industrial membuat kepemilikikan media hanya menjadi otoritas para pemodal besar. Kepentingan pemodal, pertama-tama adalah akumulasi keuntungan dan privilege social politik.dan kalau perlu baru kemudian kritik social. Dalam system liberal, control terhadap media penyiaran ada di tangan para pemilik modal. Dunia penyiaran Indonesia dan penyiaran dunia sekarang ini secara keseluruhan terpengaruh oleh iklim liberalism media penyiaran.

Sedangkan paradigma tanggung jawab social adalah merupakan pengembangan sekaligus kritik terhadap paradigma liberal. Prinsip bahwa penyiaran harus di lepaskan dari interfensi pemerintah, tetap di pertahankan. Namun muncul sensibilitas besar terhadap dampak buruk penyiaran liberal, yakni kepemilikan media yang monopolistik dan dampak-dampaknya terhadap potensi manipulasi informasi oleh kekuatan modal.

INDUSTRI MAJALAH

Perkembangan:
Perkembangan majalah memiliki beberapa tahapan, seiring perjalanan peradaban manusia mengembangkan media sebagai sarana penyampaian informasi. Menurut ENCYCLOPEDIA BRITTAN NICA:
Abad ke 17: meskipun pada masa cina kuno pernah di terbitkan sesuatu yang menyerupai majalah, tetapi majalah yang kita kenal saat ini baru ada pada saat ini baru ada setelah di temukannya mesin cetak. Majalah yang paling awal erbaulice monaths-unterre dungen(1663-1668) diterbitkan oleh johann rist, seorang teolog dan penyair dari hamburg, jerman. Jenis majalah yang ringan isinya, atau berkala hiburan, pertama kali terbit pada tahun 1672, yaitu le mercare galant (berubah nama, pada tahun 11714, menjadi mercure de france) di dirikan oleh seorang penulis, jean donneau de vice, isinya kisah-kisah kehidupan,anekdot, dan mutiara hikmah resep yang terbukti populer dan di tiru secara luas.
Abad ke 18: inggris, perkembangan di inggris, di tandai dengan keadaan masyarakat yang telah menigkat kemampuan “melek huruf”-nya (literacy) khususnya di kalangan perempuan di tambah menggenjalanya kesadaran masyarakat hal-hal baru.
Abad ke 19: awal pendistribusian massal, di awal terbitnya berbagai majalah di desain hanya untuk kalangan terbatas, penerbitnya lebih suka di sebut pengelolah “quality” magazines, sejak tahun 1830-an bermunculanlah majalah-majalah berharga murah, yang di tujukan kepada publik yang lebih luas. Awal berbagai majalah ini menyajikan materi-materi yang bersifat meningkatkan, mencerahkan, dan menghibur keluarga, tapi pada akhir abad 18 berkembang majalah-majalah populer yang semata-mata menyajikan hiburan.
Di AS, sampai tahun 1850 berkembang itu tidak di temukan, yang tercatat mengembang penerbitan berkala nasional, jangkauan oplahnya, yaitu Saturday evening pos (1821-1869, terbit lagi tahun 1971) dan youth companion(1827-1929). Pada seperempat akhir abad ke 19, penerbitan majalah mengalami peningkatan pasar, masyarakat mendapat limpahan informasi dan hiburan. Di AS BOOMING penerbitan majalah terjadi setelah ekspansi besar-besaran pasca peran sipil, juga berkat meningkatnya kecepatan pengiriman majalah lewat pos (1879) peningkatan sirkulasi ini membawa efek awal tertentu bagi penerbitan majalah, yakni iklan, dan tentu saja menekan biaya produksi.
Abad ke 20: iklan majalah berita dan lainnya, iklan pada awalnya di tentang di berbagai majalah, alasan-alasan menjaga nilai-nilai satrawi (kesus astraan) di pakai sebagai penguat penolakan. Perkembangan kehidupan yang memula waktu masyarakat semakin cepat, di abad 20 serta teknologi cetak yang telah mengirimkan limpahan informasi demikian rupa, telah mendorong tumbuhnya penerbitan majalah yang ringkas, padat, dan pendek sajian-sajiannya. Yang pertama melihat hal itu, dan sekaligus memunculkan kelas baru lagi dunia penerbitan ialah majalah berita amerika time, yang di terbitkan tahun 1923 oleh Briton hadden dan henry luce. Selain majalah berita, ada pula jenis packel magazine (majalah-majalah saku) specialized magazines (majalah-majalah khusus) serta majalah-majalah scholarly (ilmiah) cultural (kebudayaan) dan literary (kesusastraan).